Jumat, 22 Maret 2013

Khilafah Menjadi Solusi Problem Perempuan


Seringkali kemajuan perempuan diukur dari besarnya keterwakilan politik perempuan di lembaga legislatif dan partisipasinya di ranah publik,  serta kebebasannya untuk mengaktualisasikan diri tanpa diskriminasi dan batasan. Namun “kemajuan” tersebut selalu diiringi dengan  hancurnya institusi keluarga akibat tingginya angka perceraian, kerusakan moral berupa merajalelanya pornografi hingga perzinaan dan kekerasan berwujud perkosaan hingga pembunuhan terhadap perempuan. Kondisi ironis tersebut disebabkan dunia saat ini didominasi oleh sistem demokrasi-kapitalisme yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan dan mengukur segala sesuatu dengan ukuran materi.
Konspirasi Dibalik Kebebasan Perempuan
Demokrasi yang bertumpu pada kebebasan telah menjadikan keuntungan materi dan finansial menjadi prinsip fundamental dalam pembuatan undang-undang. Industri fashion, obat-obat diet dan kosmetik secara legal dibolehkan ada untuk membuat perempuan merasa bahagia dengan penampilan fisik mereka.  Perusahaan multinasional ini bebas mempromosikan cita-cita fiktif dan berbahaya bagi perempuan.  Industri pornografi, baik dalam bentuk produk film, majalah, dan media lainnya legal dalam sistem demokrasi. Akibatnya, masyarakat terpapar oleh berbagai rangsangan seksual dahsyat yang mendorong mereka untuk melakukan perilaku bejat free sex, homoseksual.  Hasilnya terjadinya perselingkuhan, kehamilan tidak sah, single parent, aborsi dan ragam penyakit seksual menimpa masyarakat, termasuk perempuan.  Korporasi kapitalis meraup untung dengan adanya industri-industri tersebut, sementara perempuan  menuai kerugian finansial, moral dan sosial.
Demokrasi-sekular ini pun mengajarkan, jika perempuan ingin hidup sejahtera dan bahagia, mestilah ia setara dan sejajar dengan laki-laki dalam ukuran materi.  Ia akan dihargai dengan lembaran dolar, rupiah, riyal, yang didapat dengan keringatnya. Para pendukung kesetaraan jender pun mempromosikan bahwa laki-laki dan perempuan harus memiliki hak yang sama, peran dan tanggung jawab yang sama dalam semua bidang kehidupan, termasuk politik. Asumsinya,  tanpa kesetaraan jender, penindasan terhadap perempuan tidak bisa dihindari.
Padahal menurut miliarder Nicholas Rockefeller, tujuan kesetaraan jender adalah untuk mengumpulkan pajak 50% lebih banyak dari masyarakat untuk mendukung kepentingan bisnis. Penulis terkenal Bernard Lewis menulis dalam bukunya, The Middle East: Faktor utama dalam emansipasi wanita adalah ekonomi, kebutuhan tenaga kerja perempuan.   Kesetaraan jender adalah ciptaan Barat yang lahir untuk memenuhi kebutuhan bisnis dan bukan untuk melayani kebutuhan perempuan. Termasuk kampanye ‘EVAW’ (End Violence Againts Women) di dunia Muslim yang ‘katanya’ untuk mengubah nasib perempuan dengan aturan semisal CEDAW, perjanjian internasional tentang hak-hak perempuan dan kesetaraan jender. Sesungguhnya konsep-konsep tersebut tidak mendefinisikan hak dan kewajiban yang membuat perempuan dan laki-laki menjadi setara, melainkan untuk memperhatikan kebutuhan laki-laki semata.  Jender adalah konsep Barat yang dibuat untuk mengelabui perempuan.  Janji-janjinya adalah fatamorgan
Dampak  Demokrasi bagi Perempuan
Pertama: demokrasi telah menyerang peran keibuan. Ibu yang hakikatnya dilahirkan untuk mengasuh dan mendidik anak-anaknya harus menjadi mesin uang dan penghias kursi jabatan strategis, tanpa pernah mendapatkan penjagaan kehormatan, kesehatan, bahkan keamanan.  Perempuan dipaksa menjauh dari tanggung jawab terhadap anak-anaknya.
Kedua: pendidikan anak tidak maksimal.  Sebagai konsekuensi dari hilangnya peran keibuan, maka pendidikan anak pun terabaikan.
Ketiga: ketidakutuhan rumah tangga. Dampak lanjutan dari pemberdayaan perempuan ala demokrasi adalah ancaman perceraian.  Tingginya angka gugat cerai di kota besar (seperti Jakarta, dsb) disinyalir juga dipicu oleh kemandirian istri secara ekonomi dan politik.
Keempat: kehancuran masyarakat. Ketiga faktor sebelumnya akan mengakibatkan kehancuran masyarakat.  Perubahan cara pandang ibu yang menganggap anak, suami dan rumah tangga sebagai beban menyebabkan ia enggan menikah atau lebih tenang menjadi single parent. Perceraian secara tidak langsung akan menyebabkan perubahan pada struktur masyarakat. Anak yang broken home dan tidak terdidik baik, cenderung kuat pada kriminalitas. Dampak dari ketidakseimbangan ini, akan menuai kehancuran masyarakat.
Kelima: makin mengokohkan sistem demokrasi dan ekonomi kapitalis.  Banyak perempuan tidak paham bahwa kesetaraan jender, pemberdayaan perempuan, justru akan melanggengkan sistem demokrasi dan kapitalisme itu sendiri. Keterlibatan perempuan dalam perbaikan kondisi negara, tanpa semangat mengubah sistem bahkan memanfa-atkan demokrasi sebagai media untuk keluar dari problem, hakikatnya adalah bunuh diri politik.
Sungguh, demokrasi adalah sistem ilusi yang penuh kedustaan.  Ia tidak mampu menjamin kesejahteraan perempuan sebagaimana yang dipropagandakan. Negara yang menerapkan sistem demokrasi-kapitalisme telah gagal dalam memberikan jaminan bagi perempuan diantaranya:
1.      Gagal mengentaskan perempuan dari kemiskinan dan kelaparan. Perempuan dan anak-anak menjadi korban kemiskinan dan kelaparan ekstrim akibat ketidak adilan distribusi sumberdaya ekonomi. Sepanjang 2010 hampir 1 milyar penduduk dunia kelaparan, lebih dari separuhnya adalah perempuan dan anak-anak.
2.      Gagal memberikan keamanan dan ketentraman bagi perempuan. Perempuan menjadi korban perang yang harus menanggung beban sosial dan ekonomi keluarganya.  Lebih dari 1,5 juta perempuan Afghanistan adalah janda karena kerakusan AS untuk menguasai sumber energi di Afghanistan.
3.      Gagal memberikan jaminan  pelaksanaan ketaatan agama  bagi perempuan. Di banyak negara perempuan dipaksa melepas kerudung dan pakaian muslimahnya serta dilarang melanjutkan pendidikannya dengan alasan integrasi dan sekuritas padahal mereka sedang menjalankan perintah agama yang diyakininya.
4.      Gagal mewujudkan kehormatan perempuan. Menjamurnya industri pornografi dan tingginya pengiriman TKW hanya menunjukkan bahwa perempuan ditempatkan sebagai komoditas penghasil materi, pemuas nafsu dan semua perannya hanya dianggap penting jika bernilai materi.
Khilafah: Menjamin Kesejahteraan Perempuan
Berpijak dari kegagalan sistem  Demokrasi-Kapitalisme dalam menyelesaikan problematika perempuan, maka sudah selayaknya perempuan meninggalkan sistem  Demokrasi-Kapitalisme dan memilih sistem Islam sebagai solusi problematika perempuan. Sistem inilah yang mampu menciptakan tatanan kehidupan yang sempurna kerena berasal dari Dzat Yang Maha Sempurna.
” Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”. (QS Al Maidah:3)
Sebenarnya Allah SWT telah menjelaskan secara gamblang harapan hidup sejahtera dan mulia ada pada hukum-Nya, syariah Islam, yang sudah pernah diterapkan Rasulullah dan para Khalifahnya.  Pandangan Islam terhadap perempuan antara lain:
1.      Islam tidak melihat keberhasilan seorang wanita berdasarkan berapa banyak uang yang dia hasilkan untuk keluarganya atau negara. Sebaliknya wanita yang sukses adalah orang yang memiliki taqwa yang paling tinggi dan ketaatan kepada Pencipta dirinya
2.      Islam memberikan wanita peran utama dalam kehidupan sebagai seorang istri dan ibu yang sesuai dengan sifatnya sebagai pelestari keturunan di tengah-tengah-masyarakat, bukannya bertentangan dengan itu. Ini merupakan penghargaan yang tinggi   pada   wanita dan memberikan peran besar, pentingnya tugas sebagai pengasuh dan pendidik anak-anak dan generasi masa depan
3.      Islam memberdayakan perempuan dengan mewajibkan bahwa dia dan anak-anaknya dilindungi dan dipenuhi kebutuhannya  oleh kerabat laki-lakinya atau oleh negara, bahkan jika dia memiliki kemampuan untuk bekerja, dan bahkan jika dia memiliki kekayaan sendiri, Islam memastikan jaminan finansial  perempuan sebagai seorang anak, istri, dan ibu.
4.      Islam memberdayakan perempuan dengan mewajibkan bahwa pria dan masyarakat memandang perempuan  dengan hormat , melarang pandangan seksual  atau eksploitasi tubuhnya atau kecantikan untuk bisnis atau alasan apapun, serta menegakkan hukuman yang tegas dan keras, termasuk cambuk terhadap siapapun yang melanggar martabat mereka.
Sejarah penerapan syariah Islam dalam sistem Khilafah telah memperlihatkan model-model inspiratif tentang peran politik perempuan. Ketika seorang perempuan meng-kritik kebijakan Khalifah ‘Umar bin khaththab yang membatasi jumlah mahar yang menjadi hak perempuan. Tarikh ini telah memperlihat-kan bagaimana Negara Islam memberikan perhatian besar terhadap perlindungan kehormatan perempuan.  Rasulullah saw. mengusir Bani Yahudi Qainuqa dari Madinah karena seorang dari mereka telah melecehkan seorang Muslimah dan membunuh Muslim. Begitu juga dengan Khalifah al-Mu’tashim yang mengirimkan tentara dalam jumlah besar untuk membebaskan seorang perempuan.
Khilafah adalah sebuah negara yang dibangun diatas perundang-undangan Islam dan dan menerapkan Hukum Allah secara komprehensif. Khilafah, sebuah negara yang akan mengakhiri kepemimpinan gaya hidup materialistik konsumeristik. Khilafah, dipimpin oleh pengusa terpilih yang transparans, adil, independen, dan pemimpin yang benar-benar bertanggung jawab kepada rakyat dengan tulus. Dengan demikian Khilafah, akan menghasilkan kondisi lingkungan yang penuh taqwa, meminimalisir korupsi, memastikan kejujuran dalam transaksi, dan memelihara pola pikir yang bertanggung jawab di mana rakyatnya akan membenci penindasan dan eksploitasi. Khilafah akan memenuhi tanggung jawab ekonomi dan sosial bagi keluarga, tetangga, karyawan dan masyarakat.
Sistem ini harus ditegakkan kembali agar kesejahteraan dan kemuliaan perempuan—khususnya—kembali terasa secara nyata. Dengan demikian perlu adanya perjuangan penerapan Islam  secara komprehensif dengan tegaknya Khilafah Islamiyah. Khilafah lah  yang akan menjamin hak-hak perempuan, akan meninggikan harkat dan martabatnya di masyarakat, dan menjamin kesejahteraan dan keselamatan dari ketakutan dan kekerasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar