Seringkali
kemajuan perempuan diukur dari besarnya keterwakilan politik perempuan di
lembaga legislatif dan partisipasinya di ranah publik, serta kebebasannya
untuk mengaktualisasikan diri tanpa diskriminasi dan batasan. Namun “kemajuan”
tersebut selalu diiringi dengan hancurnya institusi keluarga akibat tingginya
angka perceraian, kerusakan moral berupa merajalelanya pornografi hingga
perzinaan dan kekerasan berwujud perkosaan hingga pembunuhan terhadap
perempuan. Kondisi ironis tersebut disebabkan dunia saat ini didominasi oleh
sistem demokrasi-kapitalisme yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan dan
mengukur segala sesuatu dengan ukuran materi.
Konspirasi Dibalik
Kebebasan Perempuan
Demokrasi yang bertumpu pada
kebebasan telah menjadikan keuntungan materi dan finansial menjadi prinsip
fundamental dalam pembuatan undang-undang. Industri fashion, obat-obat
diet dan kosmetik secara legal dibolehkan ada untuk membuat perempuan merasa
bahagia dengan penampilan fisik mereka. Perusahaan multinasional ini
bebas mempromosikan cita-cita fiktif dan berbahaya bagi perempuan.
Industri pornografi, baik dalam bentuk produk film, majalah, dan media lainnya
legal dalam sistem demokrasi. Akibatnya, masyarakat terpapar oleh berbagai
rangsangan seksual dahsyat yang mendorong mereka untuk melakukan perilaku bejat
free sex, homoseksual. Hasilnya terjadinya perselingkuhan,
kehamilan tidak sah, single parent, aborsi dan ragam penyakit seksual
menimpa masyarakat, termasuk perempuan. Korporasi kapitalis meraup untung
dengan adanya industri-industri tersebut, sementara perempuan menuai
kerugian finansial, moral dan sosial.
Demokrasi-sekular ini pun
mengajarkan, jika perempuan ingin hidup sejahtera dan bahagia, mestilah ia
setara dan sejajar dengan laki-laki dalam ukuran materi. Ia akan dihargai
dengan lembaran dolar, rupiah, riyal, yang didapat dengan keringatnya. Para
pendukung kesetaraan jender pun mempromosikan bahwa laki-laki dan perempuan
harus memiliki hak yang sama, peran dan tanggung jawab yang sama dalam semua
bidang kehidupan, termasuk politik. Asumsinya, tanpa kesetaraan jender,
penindasan terhadap perempuan tidak bisa dihindari.
Padahal menurut miliarder Nicholas
Rockefeller, tujuan kesetaraan jender adalah untuk mengumpulkan pajak 50% lebih
banyak dari masyarakat untuk mendukung kepentingan bisnis. Penulis terkenal
Bernard Lewis menulis dalam bukunya, The Middle East: Faktor utama
dalam emansipasi wanita adalah ekonomi, kebutuhan tenaga kerja
perempuan. Kesetaraan jender adalah ciptaan Barat yang lahir untuk
memenuhi kebutuhan bisnis dan bukan untuk melayani kebutuhan perempuan.
Termasuk kampanye ‘EVAW’ (End Violence Againts Women) di dunia Muslim yang
‘katanya’ untuk mengubah nasib perempuan dengan aturan semisal CEDAW,
perjanjian internasional tentang hak-hak perempuan dan kesetaraan jender.
Sesungguhnya konsep-konsep tersebut tidak mendefinisikan hak dan kewajiban yang
membuat perempuan dan laki-laki menjadi setara, melainkan untuk memperhatikan
kebutuhan laki-laki semata. Jender adalah konsep Barat yang dibuat untuk
mengelabui perempuan. Janji-janjinya adalah fatamorgan
Dampak Demokrasi bagi
Perempuan
Pertama: demokrasi telah menyerang peran keibuan. Ibu yang hakikatnya
dilahirkan untuk mengasuh dan mendidik anak-anaknya harus menjadi mesin uang
dan penghias kursi jabatan strategis, tanpa pernah mendapatkan penjagaan kehormatan,
kesehatan, bahkan keamanan. Perempuan dipaksa menjauh dari tanggung jawab
terhadap anak-anaknya.
Kedua:
pendidikan anak tidak maksimal. Sebagai konsekuensi dari hilangnya peran
keibuan, maka pendidikan anak pun terabaikan.
Ketiga: ketidakutuhan rumah tangga. Dampak lanjutan dari pemberdayaan
perempuan ala demokrasi adalah ancaman perceraian. Tingginya angka gugat
cerai di kota besar (seperti Jakarta, dsb) disinyalir juga dipicu oleh
kemandirian istri secara ekonomi dan politik.
Keempat: kehancuran masyarakat. Ketiga faktor sebelumnya akan mengakibatkan
kehancuran masyarakat. Perubahan cara pandang ibu yang menganggap anak,
suami dan rumah tangga sebagai beban menyebabkan ia enggan menikah atau lebih
tenang menjadi single parent. Perceraian secara tidak langsung akan
menyebabkan perubahan pada struktur masyarakat. Anak yang broken home
dan tidak terdidik baik, cenderung kuat pada kriminalitas. Dampak dari
ketidakseimbangan ini, akan menuai kehancuran masyarakat.
Kelima: makin mengokohkan sistem demokrasi dan ekonomi kapitalis.
Banyak perempuan tidak paham bahwa kesetaraan jender, pemberdayaan perempuan,
justru akan melanggengkan sistem demokrasi dan kapitalisme itu sendiri.
Keterlibatan perempuan dalam perbaikan kondisi negara, tanpa semangat mengubah
sistem bahkan memanfa-atkan demokrasi sebagai media untuk keluar dari problem,
hakikatnya adalah bunuh diri politik.
Sungguh, demokrasi adalah sistem
ilusi yang penuh kedustaan. Ia tidak mampu menjamin kesejahteraan
perempuan sebagaimana yang dipropagandakan. Negara yang menerapkan sistem
demokrasi-kapitalisme telah gagal dalam memberikan jaminan bagi perempuan
diantaranya:
1.
Gagal mengentaskan perempuan dari
kemiskinan dan kelaparan. Perempuan dan anak-anak menjadi korban kemiskinan dan
kelaparan ekstrim akibat ketidak adilan distribusi sumberdaya ekonomi.
Sepanjang 2010 hampir 1 milyar penduduk dunia kelaparan, lebih dari separuhnya
adalah perempuan dan anak-anak.
2.
Gagal memberikan keamanan dan
ketentraman bagi perempuan. Perempuan menjadi korban perang yang harus
menanggung beban sosial dan ekonomi keluarganya. Lebih dari 1,5 juta
perempuan Afghanistan adalah janda karena kerakusan AS untuk menguasai sumber
energi di Afghanistan.
3.
Gagal memberikan jaminan
pelaksanaan ketaatan agama bagi perempuan. Di banyak negara perempuan
dipaksa melepas kerudung dan pakaian muslimahnya serta dilarang melanjutkan
pendidikannya dengan alasan integrasi dan sekuritas padahal mereka sedang
menjalankan perintah agama yang diyakininya.
4. Gagal mewujudkan kehormatan perempuan. Menjamurnya industri pornografi
dan tingginya pengiriman TKW hanya menunjukkan bahwa perempuan ditempatkan
sebagai komoditas penghasil materi, pemuas nafsu dan semua perannya hanya
dianggap penting jika bernilai materi.
Khilafah: Menjamin Kesejahteraan
Perempuan
Berpijak dari
kegagalan sistem Demokrasi-Kapitalisme dalam menyelesaikan problematika
perempuan, maka sudah selayaknya perempuan meninggalkan
sistem Demokrasi-Kapitalisme dan memilih sistem Islam sebagai solusi problematika
perempuan. Sistem inilah yang mampu menciptakan tatanan kehidupan yang sempurna
kerena berasal dari Dzat Yang Maha Sempurna.
” Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu,
dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi
agama bagimu”. (QS Al Maidah:3)
Sebenarnya Allah SWT telah
menjelaskan secara gamblang harapan hidup sejahtera dan mulia ada pada
hukum-Nya, syariah Islam, yang sudah pernah diterapkan Rasulullah dan para
Khalifahnya. Pandangan Islam terhadap
perempuan antara lain:
1. Islam tidak melihat keberhasilan seorang wanita berdasarkan berapa
banyak uang yang dia hasilkan untuk keluarganya atau negara. Sebaliknya wanita yang sukses adalah
orang yang memiliki taqwa yang paling tinggi dan ketaatan kepada Pencipta
dirinya
2. Islam memberikan wanita peran utama dalam kehidupan sebagai seorang
istri dan ibu yang sesuai dengan sifatnya sebagai pelestari keturunan di tengah-tengah-masyarakat, bukannya bertentangan dengan itu. Ini merupakan penghargaan yang tinggi pada wanita dan memberikan peran besar, pentingnya tugas sebagai
pengasuh dan pendidik anak-anak dan generasi masa depan
3. Islam memberdayakan perempuan dengan mewajibkan bahwa dia dan anak-anaknya
dilindungi dan dipenuhi kebutuhannya
oleh kerabat laki-lakinya atau oleh negara, bahkan jika dia memiliki
kemampuan untuk bekerja, dan bahkan jika dia memiliki kekayaan sendiri, Islam
memastikan jaminan finansial perempuan sebagai seorang
anak, istri, dan ibu.
4. Islam memberdayakan perempuan dengan mewajibkan bahwa pria dan masyarakat
memandang perempuan dengan hormat ,
melarang pandangan seksual atau
eksploitasi tubuhnya atau kecantikan untuk bisnis atau alasan apapun, serta
menegakkan hukuman yang tegas dan keras, termasuk cambuk terhadap siapapun yang melanggar martabat mereka.
Sejarah penerapan syariah Islam
dalam sistem Khilafah telah memperlihatkan model-model inspiratif tentang peran
politik perempuan. Ketika seorang perempuan meng-kritik kebijakan Khalifah
‘Umar bin khaththab yang membatasi jumlah mahar yang menjadi hak perempuan.
Tarikh ini telah memperlihat-kan bagaimana Negara Islam memberikan perhatian
besar terhadap perlindungan kehormatan perempuan. Rasulullah saw.
mengusir Bani Yahudi Qainuqa dari Madinah karena seorang dari mereka telah
melecehkan seorang Muslimah dan membunuh Muslim. Begitu juga dengan Khalifah
al-Mu’tashim yang mengirimkan tentara dalam jumlah besar untuk membebaskan
seorang perempuan.
Khilafah adalah sebuah negara yang
dibangun diatas perundang-undangan Islam dan dan menerapkan Hukum Allah secara
komprehensif. Khilafah, sebuah negara yang akan mengakhiri kepemimpinan gaya
hidup materialistik konsumeristik. Khilafah, dipimpin oleh pengusa terpilih
yang transparans, adil, independen, dan pemimpin yang benar-benar bertanggung jawab
kepada rakyat dengan tulus. Dengan demikian Khilafah, akan menghasilkan kondisi
lingkungan yang penuh taqwa, meminimalisir korupsi, memastikan kejujuran dalam
transaksi, dan memelihara pola pikir yang bertanggung jawab di mana rakyatnya
akan membenci penindasan dan eksploitasi. Khilafah akan memenuhi tanggung jawab
ekonomi dan sosial bagi keluarga, tetangga, karyawan dan masyarakat.
Sistem ini harus ditegakkan kembali
agar kesejahteraan dan kemuliaan perempuan—khususnya—kembali terasa secara
nyata. Dengan demikian perlu adanya perjuangan penerapan Islam secara
komprehensif dengan tegaknya Khilafah Islamiyah. Khilafah lah yang akan
menjamin hak-hak perempuan, akan meninggikan harkat dan martabatnya di
masyarakat, dan menjamin kesejahteraan dan keselamatan dari ketakutan dan
kekerasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar