Minggu, 17 Maret 2013

Management Gharizah An-nau


Islam adalah agama yang Allah SWT turunkan kepada nabi Muhammad SAW untuk mengatur tiga hubungan, yaitu hubungan manusia dengan sang kholiq, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dan hubungan manusia dengan sejenisnya yaitu dengan manusia lain. Dalam hubungan manusia dengan sang kholiq, berhubungan dengan ibadah, dan aqidah, hubungan dengan dirinya sendiri berkaitan dengan pemenuhan hajatul udhowiyyah seperti makan, minum, dan pemenuhan lainnya dan akhlak, sedangkan yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan sejenisnya berkaitan dengan muamalah dan uqubat.
Allah menciptakan manusia berasal dari saripati tanah dan dibekali dengan potensi hidup, antara lain Gharizah dan hajatul udhowiyyah. Gharizah atau naluri terbagi atas Gharizah Tadayyun/ naluri beragama, Gharizah baqa/ naluri mempertahankan diri, dan Gharizah an-nau/ naluri kasih sayang. Manusia sebagai makhluk (ciptaan) Allah ketika mampu memahami dan memandang arti kehidupan ini dengan benar, maka ia akan menundukkan diri terhadap peraturan yang telah diperintahkan Allah SWT selaku Mudabbir (pengatur), ia memahami bahwa kehidupan, alam semesta dan dirinya sebagai manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh-Nya, sehingga jika ia menginginkan kebahagiaan yang khakiki, satu-satunya jalan yang harus ditempuh adalah ia tunduk terhadap-Nya.
Ketertarikan terhadap lawan jenis yang merupakan penampakan dari gharizah an-nau, kemudian rasa sayang terhadap ibu, bapak, anak, saudara, paman, bibi, dan sebagainya. Begitu juga rasa belas kasihan dan rasa iba kepada orang yang tidak punya, lemah, tertindas, dan kondisi semisalnya juga merupakan penampakan dari gharizah an-nau. Gharizah an-nau sebagai salah satu potensi yang ada pada diri manusia, yang mana dorongannya berasal dari luar atau external, membutuhkan management yang shahih dalam penanganannya, jika gharizah an-nau tidak ditangani dengan benar maka yang terjadi adalah kebinasaan terhadap manusia dan kemurkaan Allah terhadap manusia, jika ditangani dengan benar maka keberkahan dan kerido’an Allahlah yang akan menyelimuti manusia.
Islam memiliki tata atur pergaulan antara laki-laki dan perempuan, salah satunya adalah peraturan dalam interaksi antara laki-laki dan perempuan baik dalam ranah publik ataupun ranah khusus. Dalam ranah publik berkaitan dengan muamalah (jual beli, dll), pendidikan dan kesehatan (masyarakat), sedangkan dalam ranah khusus berkaitan dengan kehidupan khususnya yaitu didalam lingkup rumahnya atau keluarganya, dari sinilah kita harus memahami batas-batas dan rambu-rambu mana yang diperbolehkan dan mana yang dilarang.
Dalam ranah khusus yaitu ranah rumah, seorang wanitapun tetap ada batasan aurat dengan wanita lainnya, karena yang tidak ada batasan aurat hanya suami dan istri, sehingga ketika didalam rumahpun kita tetap wajib menutup aurat sebatas yang diperbolehkan, yaitu memakai baju yang tidak tipis menerawang, dan menutup dari area kalung sampai dibawah lutut. Sesama wanitapun dilarang untuk tidur dalam satu selimut dan dilarang untuk saling melihat aurat. Jika diranah publik, maka wanita harus memakai pakaian sempurna yaitu jilbab (Al-ahzab 59) dan khimar/ kerudung hingga juyub (An-nuur 31). Untuk laki-laki auratnya dari pusar sampai dibawah lutut, tetapi bukan berarti laki-laki bisa seenaknya telanjang dada di ranah publik, laki-lakipun tetap harus berbusana yang rapi dan sopan.
Laki-laki dan perempuan diperintahkan untuk menundukkan pandangan (an-nur 30-31), islam juga mewajibkan kepada perempuan untuk memakai pakaian sempurna jika dia di ranah publik dengan khimar dan jilbab (An-nur 31 dan Al-ahzab 59), islam melarang wanita melakukan safar (perjalanan) selama sehari semalam tanpa disertai mahramnya (bapak, ibu, adik laki-laki, kakak laki-laki atau suami). Dan islam melarang laki-laki dan perempuan dengan status ajnabi (asing) berkhalwat tanpa disertai muhrimnya, “Allah melarang laki-laki dan perempuan berdua-duaan karena yang ketiga adalah syetan” karena kita tahu bahwa syetan tidak akan pernah berhenti menjerumuskan anak cucu adam-hawa kedalam neraka.
Pemenuhan dari gharizah an-nau dapat dilakukan dengan pertama bertemu orang yang kita sayangi seperti bapak, ibu , anak, dll. Lalu bagaimana dengan laki-laki atau perempuan yang kita senangi?? Satu-satunya jalan yang shahih adalah dengan menikah, karena Allah berfirman dalam surat Ar-rum 21 “ dan di antara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demekian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi kaum yang berfikir” dalam surat an-nuur ayat 32 “ Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak menikah dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas pemberian-Nya dan Maha mengetahui”. lalu bagaimana jika kita belum mampu untuk menikah? Hal yang perlu dilakukan adalah menjauhi faktor-faktor yang mampu memunculkan gharizah an-nau, misalnya : menjauhi menonton film-film yang cenderung membangkitkan gharizah an-nau seperti film dengan tema cinta; meninggalkan kebiasaan mendengarkan lagu-lagu bertema cinta yang justru makin membuat galau, dan gundah gulana; kalo kita pacaran, maka putuskanlah jika tidak ada status kedepannya (menikah maksud saya), dan jangan pernah membuka fb atau twitternya; dan hal yang perlu dilakukan adalah  dengan menundukkan pandangan secara fisik , psikis ataupun mental jika orang yang kita suka adalah teman sekantor, sekampus, atau teman se-harakah; dan berpuasa.
Lalu, apa yang perlu dipersiapkan jika kita telah mampu untuk menikah dan bagaimana proses yang syar’I untuk menuju pernikahan?? Wanita hukum dasarnya adalah sebagai hamba Allah dan ibu pengatur rumah tangga, sedangkan laki-laki hukum dasarnya adalah sebagai hamba Allah dan pencari nafkah utama dalam keluarga. Menjadi seorang ibu pengatur rumah tangga, tentulah bukan pekerjaan ringan, ia memerlukan persiapan sedini mungkin sebelum seorang wanita benar-benar menjajaki peran tersebut, jika dibuat kurikulum sekolah berbasis kerumah tanggaan dengan tujuan mencetak wanita-wanita pengatur rumah tangga tentulah sekolah selama 17tahun (dengan asumsi pendidikan dari tingkat SD hingga Strata 1) tidak mampu memenuhi semuanya, tetapi bukan berarti kita harus belajar dulu baru menerima pinangan dari laki-laki. Yang utama adalah memantaskan diri dan mempersiapkan diri, karena jodoh dan mati adalah takdir Allah yang sifatnya pasti, mereka datang tanpa melihat kesiapan kita, sehingga sedini mungkin harus mempersiapkannya.
Persiapan seperti apakah yang perlu dipelajari? Pertama biasakanlah untuk membaca buku tentang tata cara khitbah yang benar, hukum seputar pernikahan, buku-buku mendidik anak, parenting, psikologi perkembangan anak, psikologi suami-istri, seputar gizi dan kesehatan, tentang penangan pertama saat sakit dsb. Kedua, biasakanlah berkunjung kepada sanak saudara yang sudah berkeluarga, mintalah mereka men-share-kan tentang ilmu kerumah tanggaan, lihatlah bagaimana saudara kita mendidik anak-anaknya, penanganan rumah tangganya dsb. Ketiga mintalah kepada wali, musrifah ataukah murobiyyah untuk menta’arufkan anda dengan laki-laki yang sholeh. Keempat, persiapkan fisik dan mental kita untuk menjadi seorang Istri, dan sekaligus sebagai seorang Ibu, sehingga kita berhati-hati dengan apa-apa yang kita konsumsi. Kelima, kalo memang belum bisa memasak, maka belajarlah dari sekarang, belajarlah dari sekarang bagaimana mengkombinasikan makanan agar tidak hanya terlihat menarik mata, tetapi menyehatkan juga untuk yang memakannya, belajar memasak yang benar agar tidak over cook, yang tentu menyebabkan nutrisi makanan rusak. Keenam belajar memanagement waktu kita dari bangun tidur hingga tidur lagi, hal-hal apa yang perlu dikerjakan dan diutamakan dan mana-mana yang perlu dihilangkan, agar kelak ketika kita menikah kita tidak syok dengan perubahan ritme harian dan pekerjaan rumah tangga yang tentu selalu menunggu kita setiap harinya.
Wanita dinikahi karena empat hal, yaitu kecantikan, kedudukan, hartanya, dan agamanya. Rasulullah mengatakan “maka pilihlah yang keempat, maka engkau akan beruntung”, wanitapun ketika menerima pinangan dari laki-laki harus mengutamakan agamanya, bukan kerupawanannya, hartanya, ataupun kedudukannya, karena semuanya akan musnah jika laki-laki tersebut tidak beriman, tetapi jika kita memilih karena agamanya, maka ketiga hal yang pertama akan mudah diraih. Karena laki-laki beriman akan menjaga kebersihan badannya ( bersih sebagian dari iman) badan yang bersih mencerminkan pribadi yang bersih, sehat dan tentu saja akan menampakkan penampilan yang enak dipandang; laki-laki yang beriman pastilah akan bertanggung jawab kepada Robbnya, dan yang ditanggungannya, sehingga dia akan selalu berusaha untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan kadar kemampuannya sebagai manusia, laki-laki yang beriman pastilah harus bisa dijadikan imam dalam keluarga, maka dia akan memahami betul posisinya sebagai imam dan akan memperkaya pengetahuannya dan mengasah kebijakannya agar ia mampu menjadi imam yang baik dalam keluarga, dan mampu membawa keluarganya meraih jannah-Nya.
Wanita menjadi mulia jika ia mampu memposisikan dirinya sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Robbnya, maka muliakanlah dirimu wahai wanita dengan tunduk hanya kepada hukum Allah bukan kepada lainnya.
Wassalamu’alaikum,wr,wb
Semarang
Monday, march 18 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar