Islam adalah agama yang
Allah SWT turunkan kepada nabi Muhammad SAW untuk mengatur tiga hubungan, yaitu
hubungan manusia dengan sang kholiq, hubungan manusia dengan dirinya sendiri,
dan hubungan manusia dengan sejenisnya yaitu dengan manusia lain. Dalam hubungan
manusia dengan sang kholiq, berhubungan dengan ibadah, dan aqidah, hubungan
dengan dirinya sendiri berkaitan dengan pemenuhan hajatul udhowiyyah seperti
makan, minum, dan pemenuhan lainnya dan akhlak, sedangkan yang berkaitan dengan
hubungan manusia dengan sejenisnya berkaitan dengan muamalah dan uqubat.
Allah menciptakan manusia
berasal dari saripati tanah dan dibekali dengan potensi hidup, antara lain
Gharizah dan hajatul udhowiyyah. Gharizah atau naluri terbagi atas Gharizah
Tadayyun/ naluri beragama, Gharizah baqa/ naluri mempertahankan diri, dan
Gharizah an-nau/ naluri kasih sayang. Manusia sebagai makhluk (ciptaan) Allah
ketika mampu memahami dan memandang arti kehidupan ini dengan benar, maka ia
akan menundukkan diri terhadap peraturan yang telah diperintahkan Allah SWT
selaku Mudabbir (pengatur), ia memahami bahwa kehidupan, alam semesta dan
dirinya sebagai manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh-Nya, sehingga jika
ia menginginkan kebahagiaan yang khakiki, satu-satunya jalan yang harus ditempuh
adalah ia tunduk terhadap-Nya.
Ketertarikan terhadap lawan
jenis yang merupakan penampakan dari gharizah an-nau, kemudian rasa sayang
terhadap ibu, bapak, anak, saudara, paman, bibi, dan sebagainya. Begitu juga
rasa belas kasihan dan rasa iba kepada orang yang tidak punya, lemah,
tertindas, dan kondisi semisalnya juga merupakan penampakan dari gharizah
an-nau. Gharizah an-nau sebagai salah satu potensi yang ada pada diri manusia,
yang mana dorongannya berasal dari luar atau external, membutuhkan management
yang shahih dalam penanganannya, jika gharizah an-nau tidak ditangani dengan
benar maka yang terjadi adalah kebinasaan terhadap manusia dan kemurkaan Allah
terhadap manusia, jika ditangani dengan benar maka keberkahan dan kerido’an
Allahlah yang akan menyelimuti manusia.
Islam memiliki tata atur
pergaulan antara laki-laki dan perempuan, salah satunya adalah peraturan dalam
interaksi antara laki-laki dan perempuan baik dalam ranah publik ataupun ranah khusus.
Dalam ranah publik berkaitan dengan muamalah (jual beli, dll), pendidikan dan
kesehatan (masyarakat), sedangkan dalam ranah khusus berkaitan dengan kehidupan
khususnya yaitu didalam lingkup rumahnya atau keluarganya, dari sinilah kita
harus memahami batas-batas dan rambu-rambu mana yang diperbolehkan dan mana
yang dilarang.
Dalam ranah khusus yaitu
ranah rumah, seorang wanitapun tetap ada batasan aurat dengan wanita lainnya,
karena yang tidak ada batasan aurat hanya suami dan istri, sehingga ketika
didalam rumahpun kita tetap wajib menutup aurat sebatas yang diperbolehkan, yaitu
memakai baju yang tidak tipis menerawang, dan menutup dari area kalung sampai
dibawah lutut. Sesama wanitapun dilarang untuk tidur dalam satu selimut dan
dilarang untuk saling melihat aurat. Jika diranah publik, maka wanita harus
memakai pakaian sempurna yaitu jilbab (Al-ahzab 59) dan khimar/ kerudung hingga
juyub (An-nuur 31). Untuk laki-laki auratnya dari pusar sampai dibawah lutut,
tetapi bukan berarti laki-laki bisa seenaknya telanjang dada di ranah publik,
laki-lakipun tetap harus berbusana yang rapi dan sopan.
Laki-laki dan perempuan
diperintahkan untuk menundukkan pandangan (an-nur 30-31), islam juga mewajibkan
kepada perempuan untuk memakai pakaian sempurna jika dia di ranah publik dengan
khimar dan jilbab (An-nur 31 dan Al-ahzab 59), islam melarang wanita melakukan
safar (perjalanan) selama sehari semalam tanpa disertai mahramnya (bapak, ibu,
adik laki-laki, kakak laki-laki atau suami). Dan islam melarang laki-laki dan
perempuan dengan status ajnabi (asing) berkhalwat tanpa disertai muhrimnya,
“Allah melarang laki-laki dan perempuan berdua-duaan karena yang ketiga adalah
syetan” karena kita tahu bahwa syetan tidak akan pernah berhenti menjerumuskan
anak cucu adam-hawa kedalam neraka.
Pemenuhan dari gharizah
an-nau dapat dilakukan dengan pertama bertemu orang yang kita sayangi seperti
bapak, ibu , anak, dll. Lalu bagaimana dengan laki-laki atau perempuan yang
kita senangi?? Satu-satunya jalan yang shahih adalah dengan menikah, karena Allah berfirman dalam
surat Ar-rum 21 “ dan di antara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Dia menciptakan
pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa
tentram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh,
pada yang demekian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi
kaum yang berfikir” dalam surat an-nuur ayat 32 “ Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan
juga orang-orang yang layak menikah dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki
dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka
dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha luas pemberian-Nya dan Maha mengetahui”. lalu
bagaimana jika kita belum mampu untuk menikah? Hal yang perlu dilakukan adalah
menjauhi faktor-faktor yang mampu memunculkan gharizah an-nau, misalnya :
menjauhi menonton film-film yang cenderung membangkitkan gharizah an-nau
seperti film dengan tema cinta; meninggalkan kebiasaan mendengarkan lagu-lagu
bertema cinta yang justru makin membuat galau, dan gundah gulana; kalo kita
pacaran, maka putuskanlah jika tidak ada status kedepannya (menikah maksud
saya), dan jangan pernah membuka fb atau twitternya; dan hal yang perlu
dilakukan adalah dengan menundukkan
pandangan secara fisik , psikis ataupun mental jika orang yang kita suka adalah
teman sekantor, sekampus, atau teman se-harakah; dan berpuasa.
Lalu, apa yang perlu
dipersiapkan jika kita telah mampu untuk menikah dan bagaimana proses yang syar’I
untuk menuju pernikahan?? Wanita hukum dasarnya adalah sebagai hamba Allah dan
ibu pengatur rumah tangga, sedangkan laki-laki hukum dasarnya adalah sebagai
hamba Allah dan pencari nafkah utama dalam keluarga. Menjadi seorang ibu
pengatur rumah tangga, tentulah bukan pekerjaan ringan, ia memerlukan persiapan
sedini mungkin sebelum seorang wanita benar-benar menjajaki peran tersebut,
jika dibuat kurikulum sekolah berbasis kerumah tanggaan dengan tujuan mencetak
wanita-wanita pengatur rumah tangga tentulah sekolah selama 17tahun (dengan
asumsi pendidikan dari tingkat SD hingga Strata 1) tidak mampu memenuhi
semuanya, tetapi bukan berarti kita harus belajar dulu baru menerima pinangan
dari laki-laki. Yang utama adalah memantaskan diri dan mempersiapkan diri, karena
jodoh dan mati adalah takdir Allah yang sifatnya pasti, mereka datang tanpa
melihat kesiapan kita, sehingga sedini mungkin harus mempersiapkannya.
Persiapan seperti apakah
yang perlu dipelajari? Pertama biasakanlah untuk membaca buku tentang tata cara
khitbah yang benar, hukum seputar pernikahan, buku-buku mendidik anak,
parenting, psikologi perkembangan anak, psikologi suami-istri, seputar gizi dan
kesehatan, tentang penangan pertama saat sakit dsb. Kedua, biasakanlah
berkunjung kepada sanak saudara yang sudah berkeluarga, mintalah mereka
men-share-kan tentang ilmu kerumah tanggaan, lihatlah bagaimana saudara kita
mendidik anak-anaknya, penanganan rumah tangganya dsb. Ketiga mintalah kepada
wali, musrifah ataukah murobiyyah untuk menta’arufkan anda dengan laki-laki
yang sholeh. Keempat, persiapkan fisik dan mental kita untuk menjadi seorang
Istri, dan sekaligus sebagai seorang Ibu, sehingga kita berhati-hati dengan
apa-apa yang kita konsumsi. Kelima, kalo memang belum bisa memasak, maka
belajarlah dari sekarang, belajarlah dari sekarang bagaimana mengkombinasikan
makanan agar tidak hanya terlihat menarik mata, tetapi menyehatkan juga untuk
yang memakannya, belajar memasak yang benar agar tidak over cook, yang tentu
menyebabkan nutrisi makanan rusak. Keenam belajar memanagement waktu kita dari
bangun tidur hingga tidur lagi, hal-hal apa yang perlu dikerjakan dan
diutamakan dan mana-mana yang perlu dihilangkan, agar kelak ketika kita menikah
kita tidak syok dengan perubahan ritme harian dan pekerjaan rumah tangga yang
tentu selalu menunggu kita setiap harinya.
Wanita dinikahi karena
empat hal, yaitu kecantikan, kedudukan, hartanya, dan agamanya. Rasulullah
mengatakan “maka pilihlah yang keempat, maka engkau akan beruntung”, wanitapun
ketika menerima pinangan dari laki-laki harus mengutamakan agamanya, bukan
kerupawanannya, hartanya, ataupun kedudukannya, karena semuanya akan musnah
jika laki-laki tersebut tidak beriman, tetapi jika kita memilih karena
agamanya, maka ketiga hal yang pertama akan mudah diraih. Karena laki-laki
beriman akan menjaga kebersihan badannya ( bersih sebagian dari iman) badan
yang bersih mencerminkan pribadi yang bersih, sehat dan tentu saja akan
menampakkan penampilan yang enak dipandang; laki-laki yang beriman pastilah
akan bertanggung jawab kepada Robbnya, dan yang ditanggungannya, sehingga dia
akan selalu berusaha untuk memenuhi tanggung jawabnya dengan kadar kemampuannya
sebagai manusia, laki-laki yang beriman pastilah harus bisa dijadikan imam
dalam keluarga, maka dia akan memahami betul posisinya sebagai imam dan akan
memperkaya pengetahuannya dan mengasah kebijakannya agar ia mampu menjadi imam
yang baik dalam keluarga, dan mampu membawa keluarganya meraih jannah-Nya.
Wanita menjadi mulia jika
ia mampu memposisikan dirinya sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh
Robbnya, maka muliakanlah dirimu wahai wanita dengan tunduk hanya kepada hukum
Allah bukan kepada lainnya.
Wassalamu’alaikum,wr,wb
Semarang
Monday, march 18
2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar